REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) diandalkan dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara itu, semua produk yang diperdagangkan, termasuk produk UMKM, harus memiliki sertifikasi halal, kecuali barang atau produk haram.
Di balik itu, sertifikasi halal UMKM memiliki sejumlah kendala. Yaitu ketersediaan anggaran serta pengetahuan dan pemahaman tentang halal serta proses sertifikasinya.
Menurut Kepala Pusat Kajian Sains Halal, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) IPB University, Prof Khaswar Syamsu, langkah awal dalam melakukan sertifikasi halal adalah memahami persyaratan dan regulasi sertifikasi halal. Cara memahami persyaratan tersebut adalah membaca standar serta mengikuti pelatihan penyelia halal.
“Sistem Jaminan Halal (SJH) adalah sistem manajemen terintegrasi yang mengatur bahan, proses produksi, produk, sumberdaya manusia dan prosedur dalam rangka menjaga kesinambungan proses produksi halal. SJH bertujuan untuk menjaga kesinambungan status halal produk yang dihasilkan,” pungkas Guru Besar Departemen Teknik Industri Pertanian IPB University tersebut pada webinar dengan topik “Pelatihan Halal Berbasis Digital Marketing”, Jumat (15/10).
Kepala Laboratorium Divisi Bioindustri IPB University ini juga mengungkapkan bahwa dokumen manual halal merupakan dokumen berisi aturan dan prosedur perusahaan dalam melaksanakan produksi sesuai dengan 11 kriteria SJH. Terdapat tiga jenis manual halal yaitu manual halal format bebas, manual halal format template dan manual halal format kuesioner.
“Tahapan audit terdiri dari pertemuan pembukaan, audit dan pertemuan penutup. Pemeriksaan dokumen, wawancara, observasi fasilitas, observasi pekerja dan pengambilan sampel merupakan bukti-bukti audit yang dikumpulkan auditor. Selama pandemi Covid-19, audit dilakukan secara online,” papar penerima penghargaan SEARCA Regional Professorial Chair Grants 2021 tersebut.
Pada webinar yang diselenggarakan oleh Universitas Yarsi dan Suku Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Kota Administrasi Jakarta Pusat (PPKUKM JP), Guru Besar Rekayasa Bioproses IPB University ini menjelaskan dokumen permohonan sertifikat halal mencakup data pelaku usaha, nama dan jenis produk, daftar produk dan bahan yang digunakan, proses pengolahan produk, serta dokumen sistem jaminan halal.
“Ada perubahan format untuk sertifikat halal Majelis Ulama Indonesia (MUI). Format baru digunakan untuk memublikasikan hasil keputusan Komisi Fatwa mulai 2 Januari 2020,” ungkap dosen IPB University dari Departemen Teknologi Industri Pertanian ini.
Ia menyebutkan penilaian SJH berdasarkan pada kelemahan implementasi SJH saat audit dan tindak lanjut setelah audit. Output penilaian berupa status nilai SJH.